Suku Sumba, yang juga dikenal sebagai orang Marapu, adalah masyarakat adat yang tinggal di pulau Sumba di Indonesia. Suku ini dikenal dengan budaya yang unik, kepercayaan tradisional, dan kerajinan tangan yang memukau.
Mereka telah tinggal di pulau ini selama ribuan tahun, dan budaya mereka sama kayanya dengan usianya. Para ahli genetika percaya bahwa mereka pertama kali mendiami pantai utara Pulau Sumba pada masa Neolitikum, sekitar tahun 4000 SM.
Struktur megalitikum telah dibuat sejak dulu hingga sekarang oleh orang-orang yang hidup selaras dengan alam dan lingkungannya.
Perdagangan Kayu Cendana
Pulau Sumba dikenal sebagai Pulau Cendana karena banyaknya pohon cendana di pulau ini. Perdagangan kayu berharga ini berkembang pesat pada abad ke-16 dan 17, dengan sejumlah besar diekspor ke India dan Cina.
Selain perdagangan yang menguntungkan ini, perampasan budak juga berkembang selama periode ini. Mengekspor kuda adalah bagian utama dari kegiatan ini: kuda-kuda tersebut diambil dari Sumba secara paksa atau dijual oleh pemiliknya yang tidak mampu memeliharanya lagi karena mereka telah dipaksa menjadi budak.
Hindia Belanda
Pulau Sumba menjadi bagian dari Hindia Belanda pada tahun 1866. Misi Belanda dimulai pada tahun 1886, dan para Yesuit membuka misi di Laura. Sumba Barat dibagi menjadi tiga distrik: Waikabubak, Waingapu dan Bima (sekarang Sumba Selatan).
Sumba pernah diserbu oleh pasukan Belanda pada tahun 1906 karena perang antar suku yang mengakibatkan banyak korban jiwa, setelah kejadian ini tidak ada lagi perang di Sumba hingga Perang Dunia II pecah pada tahun 1941. Pada tahun 1913, Belanda membentuk administrasi sipil yang longgar di bagian timur Sumba (sekarang Sumba Tengah dan Timur).
Agama yang dianut oleh Suku Sumba
Suku Sumba berakar kuat pada agama tradisional mereka yang disebut Marapu, yang merupakan perpaduan antara animisme, pemujaan nenek moyang, dan Hindu. Mereka percaya bahwa roh-roh nenek moyang mereka terus mengawasi mereka dan memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Suku ini memiliki tradisi lisan yang kaya akan cerita, musik, dan tarian, yang sering digunakan selama ritual dan upacara.
Masyarakat Sumba Timur
Orang Sumba Timur menempati setengah dari pulau Sumba, dan sejarah mereka kaya dengan banyak tradisi budaya. Tekstil yang diproduksi oleh kelompok ini menggambarkan berbagai figur tumbuhan, hewan, dan manusia yang dapat dilihat pada desain yang digunakan pada pakaian mereka. Banyak museum di Eropa yang mengoleksi tekstil ini karena sangat indah dan rumit; beberapa contohnya adalah Museum Tekstil di Washington DC, atau Museum Inggris di London (Inggris).
Salah satu ciri khas Suku Sumba yang paling mencolok adalah seni tekstil mereka yang menakjubkan. Suku ini terkenal dengan kain ikat tenun tangan tradisional mereka, yang dibuat menggunakan teknik pewarnaan dan tenun yang rumit. Kain-kain ini sering digunakan untuk membuat sarung, selendang, dan berbagai pakaian lainnya yang indah, yang sangat dicari oleh para kolektor dan penggemar mode.
Rumah-rumah tradisional suku Sumba
Selain seni tekstilnya, Suku Sumba juga dikenal dengan arsitekturnya yang unik . Rumah-rumah tradisional suku ini yang disebut Uma Mbatangu, dibuat dengan menggunakan kombinasi kayu, bambu, dan jerami. Rumah-rumahnya sering kali dihiasi dengan ukiran dan lukisan yang rumit, yang menggambarkan adegan-adegan dari mitologi dan sejarah suku ini.
Terlepas dari kekayaan budaya dan tradisi mereka, Suku Sumba menghadapi banyak tantangan, termasuk kesulitan ekonomi dan degradasi lingkungan. Namun, suku ini terus melestarikan warisan dan cara hidup mereka, mewariskan pengetahuan dan keterampilan mereka kepada generasi mendatang.
Apakah Anda siap untuk petualangan yang unik? Datang dan bergabunglah bersama kami dalam perjalanan ke Pulau Sumba yang menakjubkan! Hubungi kami sekarang untuk mengetahui lebih lanjut tentang paket wisata kami dan memesan tempat Anda. Mari kita mulai perjalanan yang tak terlupakan ke Pulau Sumba bersama!